KUBET – IHSG Hari Ini Red Alert, Apakah Saatnya Pertimbangkan Defensive Portfolio?

IHSG Hari Ini Red Alert, Apakah Saatnya Pertimbangkan Defensive Portfolio?

Ilustrasi saham (credit: pixabay/sergeitokmakov)

Kapanlagi.com – Pada hari Jumat, 28 Februari 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini mencerminkan ketidakpastian yang melanda pelaku pasar akibat dinamika ekonomi baik di tingkat global maupun domestik. Penurunan ini muncul di tengah sentimen negatif yang dipicu oleh kebijakan perdagangan internasional yang bergejolak serta data ekonomi regional yang kurang memuaskan.

Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, mengemukakan bahwa IHSG diprediksi bergerak melemah dalam rentang 6.400 hingga 6.550. “IHSG hari ini (28/2) diprediksi bergerak melemah dalam range 6.400 sampai 6.550,” ujar Ratih di Jakarta, Jumat (28/2), mengutip ANTARA.

Tak hanya faktor luar yang menjadi penyebab, tekanan pada IHSG juga semakin diperparah oleh aksi jual yang dilakukan oleh investor asing di pasar ekuitas domestik, terutama pada saham-saham perbankan besar. Hal ini menunjukkan adanya kekhawatiran yang mendalam terhadap kinerja sektor keuangan nasional.

1. Kebijakan Tarif AS Memicu Kekhawatiran Global

Kebijakan perdagangan Amerika Serikat kembali mengguncang pasar global, dan kali ini sorotan tertuju pada pengumuman mengejutkan dari Presiden Donald Trump. Ia menetapkan bahwa kenaikan tarif 25% untuk impor dari Meksiko dan Kanada akan tetap berlaku mulai 4 Maret 2025, meskipun sempat direncanakan ditunda hingga April. Keputusan ini memicu gelombang kekhawatiran akan potensi perang dagang yang bisa mengguncang stabilitas ekonomi dunia.

Reaksi pasar pun tak bisa dianggap sepele; investor global mulai berpindah ke aset yang lebih aman, bersiap menghadapi kemungkinan gejolak di pasar saham.

Di Indonesia, dampak negatifnya terasa jelas, dengan IHSG tertekan dan pelaku pasar domestik bersikap hati-hati, mengingat risiko kebijakan tarif AS yang dapat mempengaruhi ekspor dan pertumbuhan ekonomi nasional.


(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Inflasi Jepang Melandai, Namun Masih di Atas Target

Jepang baru-baru ini melaporkan inflasi tahunan untuk Februari 2025 mencapai 2,9%, sedikit mereda dari 3,4% di bulan sebelumnya, meskipun masih melampaui target Bank Sentral Jepang (BOJ) yang ditetapkan di angka 2%. Penurunan ini memicu spekulasi hangat tentang kemungkinan perubahan kebijakan moneter oleh BOJ dalam waktu dekat.

Turunnya harga energi dan komoditas lainnya menjadi faktor utama di balik penurunan inflasi ini, namun tekanan inflasi inti yang mencakup harga barang dan jasa di luar energi dan pangan tetap tinggi, menunjukkan adanya tantangan harga yang berkelanjutan di sektor lain.

Bagi para investor, situasi ini menambah lapisan kompleksitas dalam pengambilan keputusan investasi; di satu sisi, inflasi yang tinggi berpotensi menggerus nilai investasi, sementara di sisi lain, potensi pengetatan kebijakan moneter oleh BOJ dapat memengaruhi likuiditas dan biaya pinjaman, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan dan pasar saham.

3. Aksi Jual Investor Asing Menekan IHSG

Pasar saham Indonesia tengah menghadapi tantangan berat, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan oleh aksi jual besar-besaran dari investor asing.

Pada Kamis, 27 Februari 2025, arus keluar modal asing mencapai Rp1,87 triliun di seluruh pasar ekuitas, sementara saham-saham perbankan raksasa seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Central Asia (BBCA), dan Bank Mandiri (BMRI) menjadi sasaran utama, dengan total penjualan bersih mencapai Rp1,5 triliun.

Penjualan ini dipicu oleh laporan kinerja keuangan bulanan yang menunjukkan pertumbuhan laba bersih yang minim, terutama dari segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kenaikan beban provisi dan cadangan kerugian kredit menjadi momok yang menekan profitabilitas bank, menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor tentang prospek masa depan sektor perbankan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia.

Jika kinerja perbankan terus merosot, dampaknya bisa sangat serius, memengaruhi likuiditas dan pembiayaan di sektor riil, serta berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

4. IHSG Tertinggal Dibanding Bursa Asia Tenggara Lainnya

Pada perdagangan Kamis, 27 Februari 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang cukup mencolok, menjadikannya bursa dengan performa terlemah di Asia Tenggara. Sementara bursa lain hanya merasakan penurunan ringan, IHSG terjerembab lebih dalam akibat sentimen negatif yang menguasai pasar domestik.

Aksi jual oleh investor asing, kekhawatiran terhadap kinerja sektor perbankan, serta dampak buruk dari kebijakan perdagangan global turut memperburuk keadaan. Ditambah lagi, minimnya sinyal positif dari dalam negeri, seperti data ekonomi yang menggembirakan atau kebijakan pemerintah yang mendukung, membuat suasana semakin suram.

Investor lokal kini terjebak dalam dilema: bertahan di tengah guncangan pasar atau mengalihkan investasi ke aset yang lebih aman. Dalam kondisi seperti ini, strategi diversifikasi dan manajemen risiko menjadi sangat penting untuk melindungi nilai investasi.

5. Strategi Portofolio Defensif di Tengah Ketidakpastian Pasar

Di tengah gejolak yang melanda IHSG, para investor kini dihadapkan pada pilihan cerdas: mengadopsi strategi portofolio defensif. Portofolio ini, yang terdiri dari aset-aset stabil seperti saham di sektor utilitas dan barang konsumsi serta obligasi pemerintah, menjadi pelindung di saat ketidakpastian ekonomi.

Langkah awal yang bijak adalah mengenali aset-aset dengan volatilitas rendah yang menawarkan dividen atau imbal hasil yang stabil. Tak hanya itu, diversifikasi di berbagai sektor dan instrumen investasi juga bisa menjadi tameng untuk meminimalisir risiko kerugian.

Namun, kewaspadaan tetap penting; investor perlu terus memantau dinamika ekonomi dan kebijakan yang dapat memengaruhi pasar. Menggandeng penasihat keuangan atau melakukan riset mendalam sebelum mengambil keputusan investasi adalah langkah strategis yang patut diambil untuk memastikan bahwa setiap pilihan sejalan dengan profil risiko dan tujuan investasi yang diinginkan.

6. FAQ

Q: Apa yang menyebabkan IHSG melemah hari ini?

A: IHSG melemah akibat kombinasi faktor eksternal dan internal. Dari luar negeri, kekhawatiran terhadap kebijakan tarif AS yang tetap berlaku mulai 4 Maret 2025 menekan sentimen pasar global. Dari dalam negeri, aksi jual investor asing yang mencapai Rp1,87 triliun, terutama di sektor perbankan, turut memperberat tekanan pada indeks saham.

Q: Apakah pelemahan IHSG ini hanya sementara?

A: Sulit untuk memprediksi secara pasti, tetapi pelemahan IHSG sangat bergantung pada perkembangan kebijakan perdagangan global, arus modal asing, serta laporan kinerja keuangan emiten domestik. Jika sentimen global membaik dan investor kembali masuk ke pasar, IHSG berpotensi mengalami rebound.

Q: Apa yang dimaksud dengan strategi portofolio defensif?

A: Strategi portofolio defensif adalah pendekatan investasi yang bertujuan untuk mengurangi risiko dan volatilitas dengan berfokus pada aset yang lebih stabil, seperti saham di sektor barang konsumsi, utilitas, atau obligasi. Strategi ini sering digunakan saat pasar sedang mengalami ketidakpastian.

Q: Apakah saat ini waktu yang tepat untuk membeli saham?

A: Keputusan untuk membeli saham tergantung pada tujuan investasi masing-masing investor. Jika memiliki perspektif jangka panjang dan mampu menahan volatilitas jangka pendek, pelemahan IHSG bisa menjadi peluang untuk membeli saham berkualitas dengan harga lebih murah. Namun, jika ingin menghindari risiko tinggi, pendekatan portofolio defensif bisa menjadi pilihan.

Q: Bagaimana cara mengetahui saham defensif yang cocok untuk investasi?

A: Saham defensif biasanya berasal dari sektor yang memiliki permintaan stabil, seperti barang konsumsi (consumer goods), kesehatan, dan utilitas. Investor dapat mengevaluasi fundamental perusahaan, rasio price-to-earnings (P/E), serta sejarah dividen untuk menentukan saham defensif yang sesuai dengan strategi investasi mereka.


(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *