
Ilustrasi daging (Image by @Racool_Studio via Freepik.com)
Kapanlagi.com – Setiap tahun, saat Idul Adha tiba, umat Islam di seluruh penjuru dunia melaksanakan ibadah kurban sebagai wujud ketaatan dan pengorbanan kepada Allah. Salah satu momen penting dalam rangkaian ibadah ini adalah proses pembagian daging kurban kepada masyarakat. Namun, sering kali muncul pertanyaan krusial: siapa sebenarnya yang berhak menerima daging kurban ini?
Kurangnya pemahaman tentang siapa saja yang berhak menerima daging kurban dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam distribusi. Ada kalanya sebagian orang menerima lebih dari yang seharusnya, sementara yang lain tidak mendapatkan apa-apa. Padahal, Islam telah menetapkan dengan jelas kelompok-kelompok yang berhak menerima daging kurban.
Mengetahui siapa yang berhak atas daging kurban bukan hanya sekadar urusan administratif, tetapi juga merupakan bagian penting dari kesempurnaan ibadah itu sendiri. Rasulullah SAW telah mengajarkan kita untuk melakukan pembagian dengan adil dan tepat sasaran. Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas mengenai pembagian daging kurban berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, serta pendapat para ulama.
Advertisement
1. Shohibul Kurban: Boleh Mengambil Bagian, tapi Ada Batasnya
Shohibul kurban, atau orang yang menyembelih hewan kurban demi Allah, berhak menikmati sebagian dari daging hewan yang dikurbankannya. Dalam banyak literatur fikih, diperbolehkan untuk mengambil sepertiga bagian guna keperluan konsumsi pribadi, mengingat Rasulullah SAW pun pernah menyantap hati dari hewan kurbannya pada hari Idul Adha.
Namun, penting untuk dicatat bahwa shohibul kurban tidak boleh memperjualbelikan bagian kurbannya. Dalam Hadis Riwayat Ahmad: “Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya”. Ini menunjukkan bahwa konsumsi pribadi dibolehkan, tapi penjualan dilarang keras.
Beberapa ulama, seperti Ibnu Wakil dan Ibnul Qash, menyatakan bahwa mengonsumsi seluruh bagian kurban diperbolehkan, namun lebih utama jika dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. Selain itu, shohibul juga bisa menyumbangkan bagian miliknya ke kelompok fakir miskin sebagai bentuk tambahan amal.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
2. Fakir dan Miskin: Kelompok yang Paling Diutamakan
Dalam semangat berbagi yang mendalam, daging kurban menjadi jembatan kebahagiaan bagi fakir dan miskin, kelompok yang paling utama dalam pendistribusiannya. Tujuan dari kurban bukan sekadar ritual, melainkan sebuah panggilan untuk menyentuh hati mereka yang kurang beruntung, terutama dalam menikmati daging—sumber protein yang mungkin jarang mereka nikmati.
QS. Al-Hajj ayat 28 menegaskan hal ini: “Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” Bahkan menurut hadis, fakir miskin mendapatkan 2/3 bagian dari keseluruhan daging kurban.
Daging kurban menjadi simbol solidaritas sosial yang tinggi. Memberikan daging kepada fakir miskin tidak hanya memenuhi perintah agama, tapi juga menumbuhkan kepedulian dan kasih sayang antar sesama. Itulah mengapa banyak lembaga filantropi Islam menyalurkan daging ke daerah terpencil yang jarang tersentuh.
Advertisement
3. Kerabat, Tetangga, dan Teman: Tidak Harus Miskin untuk Menerima
Di tengah semarak perayaan kurban, kerabat dan tetangga di sekitar shohibul kurban memiliki hak untuk menerima daging kurban, meskipun mereka tergolong mampu secara ekonomi. Ini bukan hanya soal berbagi rezeki, tetapi juga upaya memperkuat tali silaturahmi antarwarga.
Ulama terkemuka seperti Ahmad Muhammad Al Hushari menegaskan bahwa memberikan daging kepada tetangga yang kaya adalah sah, berlandaskan pada prinsip bahwa jika shohibul kurban yang mampu boleh menikmati daging kurbannya, maka berbagi kepada sesama yang juga mampu pun diperbolehkan.
Namun, ketika berbicara tentang penerima non-Muslim, pendapat ulama beragam; mazhab Hanbali dan Hanafi mengizinkan asalkan penerima tidak memusuhi Islam, sementara sebagian Malikiyah menganggapnya makruh, dan Syafi’iyah justru membolehkannya tanpa syarat. Hal ini menjadi pertimbangan penting, terutama di daerah yang dihuni oleh masyarakat majemuk.
4. Al-Qaani’ dan Al-Mu’tar: Dua Kelompok yang Sering Terabaikan
Al-Qaani’, sosok yang tampak tenang meski hidup dalam keterbatasan, sering kali tak terlihat oleh mata masyarakat karena mereka enggan meminta bantuan. Dalam ajaran Islam, mereka dihormati dengan cara yang penuh rasa empati, yakni dengan mengantarkan daging kurban secara langsung tanpa menyinggung rasa malu mereka.
Di sisi lain, Al-Mu’tar adalah mereka yang dengan berani meminta, sehingga lebih mudah dikenali dan mendapatkan bagian. Dalam QS. Al-Hajj ayat 36, kedua kelompok ini diakui sebagai penerima yang berhak: “…beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.”
Pendekatan ini mencerminkan kepekaan Islam terhadap berbagai lapisan kemiskinan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Oleh karena itu, untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan, pendistribusian kurban seharusnya melibatkan survei sosial yang cermat.
5. Pentingnya Pembagian yang Adil dan Bijaksana
Pembagian daging kurban merupakan momen yang penuh makna, di mana keadilan dan kebijaksanaan harus menjadi pedoman utama. Memprioritaskan fakir miskin, terutama dalam kurban wajib, adalah langkah yang sangat vital. Tak hanya itu, orang yang berkurban beserta keluarganya pun berhak atas bagian, sementara berbagi dengan kerabat dan tetangga sangat dianjurkan, terutama dalam kurban sunnah.
Dengan berkonsultasi kepada ulama setempat, kita dapat memastikan bahwa pembagian daging kurban berlangsung sesuai dengan syariat Islam. Dengan cara ini, ibadah kurban tak sekadar menjadi ritual, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan.
6. FAQ
Siapa yang berhak menerima daging kurban?
Orang yang berkurban, fakir dan miskin, serta kerabat, teman, dan tetangga berhak menerima daging kurban.
Apa perbedaan antara kurban wajib dan sunnah?
Kurban wajib lebih menekankan pada distribusi daging kepada fakir miskin, sedangkan kurban sunnah memberikan fleksibilitas dalam pembagiannya.
Berapa proporsi daging kurban yang sebaiknya diberikan kepada fakir miskin?
Beberapa sumber menyebutkan sepertiga bagian, namun penyaluran sebagian besar daging kepada mereka sangat dianjurkan.
Apakah orang kaya juga boleh menerima daging kurban?
Memberikan daging kepada orang kaya diperbolehkan, tetapi lebih tepat disebut sebagai ‘ith’am’ dan bukan sedekah, terutama dalam konteks kurban wajib.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)