apa hukum percaya primbon
Apa Hukum Percaya Primbon: Pandangan Islam dan Budaya
Primbon telah menjadi bagian dari tradisi dan budaya masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, selama berabad-abad. Namun, seiring berkembangnya pemahaman agama, muncul pertanyaan mengenai hukum percaya primbon dalam pandangan Islam. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang primbon, hukumnya menurut Islam, serta cara bijak menyikapinya di era modern.
1. Definisi dan Sejarah Primbon

buku tua (credit: pexels.com)
Primbon merupakan kumpulan catatan yang berisi ramalan, perhitungan hari baik, serta berbagai pengetahuan tradisional Jawa. Istilah “primbon” berasal dari kata bahasa Jawa kuno “parambon” yang bermakna “simpanan”. Keberadaan primbon dapat ditelusuri hingga masa kerajaan-kerajaan Jawa kuno dan terus berkembang sampai saat ini.
Pada awalnya, primbon hanya diwariskan secara lisan atau dalam bentuk catatan pribadi di lingkungan keluarga keraton dan para abdi dalem. Namun, memasuki awal abad ke-20, primbon mulai dicetak dan disebarluaskan kepada khalayak umum. Catatan primbon cetakan tertua yang diketahui berangka tahun 1906, diterbitkan oleh percetakan De Bliksem.
Isi primbon sangat beragam, mencakup berbagai aspek kehidupan seperti:
- Perhitungan hari baik untuk berbagai kegiatan
- Ramalan watak dan nasib berdasarkan hari kelahiran
- Petunjuk memilih jodoh
- Tafsir mimpi
- Obat-obatan tradisional
- Tanda-tanda alam dan maknanya
- Doa-doa dan mantra
Primbon dianggap sebagai warisan leluhur yang mengandung kearifan lokal. Bagi sebagian masyarakat, primbon dipercaya dapat memberikan petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Meski demikian, tingkat kepercayaan terhadap primbon bervariasi di kalangan masyarakat modern. Sebagian masih memegang teguh tradisi ini, sementara yang lain hanya menganggapnya sebagai warisan budaya tanpa terlalu mempercayainya.
2. Jenis-jenis Primbon dan Penggunaannya
Terdapat beragam jenis primbon yang dikenal dalam masyarakat Jawa, di antaranya:
- Primbon Betaljemur Adammakna: Berisi ramalan nasib berdasarkan hari kelahiran dan berbagai petunjuk kehidupan.
- Primbon Lukmanakim Adammakna: Fokus pada ramalan perjodohan dan kecocokan pasangan.
- Primbon Yogabrata: Membahas tentang watak manusia berdasarkan neptu (nilai numerologi) kelahiran.
- Primbon Atassadhur Adammakna: Berisi petunjuk memilih hari baik untuk berbagai kegiatan.
- Primbon Paramasastra: Memuat pengetahuan tentang bahasa dan sastra Jawa.
Penggunaan primbon dalam masyarakat Jawa meliputi berbagai aspek kehidupan, seperti:
- Menentukan hari baik untuk pernikahan, membangun rumah, atau memulai usaha
- Mencari kecocokan jodoh berdasarkan weton (hari kelahiran)
- Meramal nasib dan karakter seseorang
- Menafsirkan mimpi
- Mencari obat tradisional untuk berbagai penyakit
- Memahami tanda-tanda alam dan fenomena tertentu
Dalam primbon, setiap hari dan pasaran memiliki angka (Neptu) masing-masing. Hari Minggu memiliki angka 5, hari Senin 4, Selasa 3, Rabu 7, Kamis 8, Jumat 6 dan Sabtu 9. Sedangkan pasaran, Kliwon memiliki neptu 8, Legi 5, Pahing 9, Pon 7 dan Wage 4. Neptu weton (gabungan hari dan pasaran) ini yang kemudian digunakan untuk menghitung dalam mencari hari baik, calon jodoh hingga meramal sebuah bahtera rumah tangga.
3. Pandangan Islam Terhadap Primbon
Islam memandang primbon dengan sikap yang hati-hati. Di satu sisi, Islam menghargai kearifan lokal dan tradisi yang tidak bertentangan dengan akidah. Namun di sisi lain, beberapa aspek primbon dianggap berpotensi mengarah pada kemusyrikan jika tidak disikapi dengan bijak.
Beberapa pandangan Islam terhadap primbon:
- Tauhid sebagai landasan utama: Islam mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang mengetahui hal-hal gaib dan menentukan takdir manusia. Mempercayai ramalan atau perhitungan primbon secara mutlak dapat mengarah pada syirik.
- Menghindari tahayul dan khurafat: Beberapa aspek primbon dianggap mengandung unsur tahayul yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam.
- Menghargai budaya yang tidak bertentangan: Islam tidak serta-merta menolak seluruh tradisi primbon. Aspek-aspek yang tidak bertentangan dengan akidah masih dapat diterima sebagai bagian dari kearifan lokal.
- Mendahulukan Al-Qur’an dan Hadits: Dalam mencari petunjuk hidup, umat Islam diarahkan untuk merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits, bukan pada ramalan atau perhitungan primbon.
- Menjaga keimanan: Kepercayaan berlebihan terhadap primbon dikhawatirkan dapat menggeser keimanan seseorang kepada Allah SWT.
Para ulama umumnya bersepakat bahwa mempercayai primbon secara mutlak tidak dibenarkan dalam Islam. Namun, mereka juga mengakui bahwa beberapa aspek primbon yang tidak bertentangan dengan syariat masih dapat diterima sebagai bagian dari tradisi budaya.
Dalam pandangan Islam, semua hari adalah baik. Tidak ada hari yang lebih baik atau lebih buruk dari hari lainnya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah”. (QS. An-Naml: 65)
Ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah yang mengetahui perkara gaib, termasuk nasib dan masa depan seseorang. Oleh karena itu, bergantung pada primbon untuk mengetahui hal-hal gaib dapat dianggap sebagai bentuk menyekutukan Allah.
4. Hukum Percaya Primbon Menurut Islam

Lampion (credit: pexels.com)
Hukum percaya primbon dalam Islam dapat bervariasi tergantung pada tingkat kepercayaan dan penggunaannya. Berikut adalah beberapa pandangan hukum Islam terkait primbon:
- Haram: Mempercayai primbon secara mutlak dan menganggapnya sebagai sumber kebenaran yang pasti dapat tergolong syirik, yang hukumnya haram dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah”. (QS. An-Naml: 65)
- Makruh: Menggunakan primbon sebagai pertimbangan tanpa meyakininya secara mutlak, namun tetap lebih baik dihindari karena berpotensi mengarah pada kemusyrikan.
- Mubah: Mempelajari primbon sebagai bagian dari warisan budaya tanpa mempercayainya, asalkan tidak bertentangan dengan akidah Islam.
Beberapa alasan mengapa mempercayai primbon dapat bermasalah dalam pandangan Islam:
- Menggantungkan nasib pada selain Allah SWT
- Berpotensi melalaikan ikhtiar dan tawakal
- Dapat menimbulkan prasangka buruk terhadap takdir Allah
- Mengabaikan ajaran Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman utama
Namun demikian, beberapa ulama berpendapat bahwa tidak semua aspek primbon harus ditolak. Aspek-aspek yang tidak bertentangan dengan syariat, seperti pengobatan tradisional atau kearifan lokal dalam menjaga lingkungan, masih dapat diterima selama tidak diyakini sebagai sumber kebenaran mutlak.
Rois Syuriah Pengurus Besar NU, KH Ahmad Ishomuddin, menyatakan:
“Ketika ada masyarakat yang masih menggunakan primbon sebagai rujukan mencari hari baik, menurut saya itu sah-sah saja. Primbon itu kan sebuah budaya dengan pertimbangan logika. Jadi tidak apa-apa.”
Menurut Ahmad Ishomuddin, selama tidak bertentangan dengan akidah Islam, sebuah budaya tidak harus ditinggalkan. Dalam hal mencari hari baik untuk pernikahan misalnya, pemilihan hari adalah sebuah kebebasan bagi manusia. Islam hanya mengajarkan semua hari baik, dan selanjutnya terserah manusia untuk memilih yang mana.
Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun beberapa aspek primbon mungkin dapat diterima, umat Islam tetap dianjurkan untuk lebih mengedepankan Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan.
5. Dampak Percaya Primbon Bagi Masyarakat
Kepercayaan terhadap primbon dapat memberikan berbagai dampak bagi masyarakat, baik positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa dampak yang perlu diperhatikan:
Dampak Positif:
- Pelestarian budaya: Primbon menjadi bagian dari warisan budaya yang memperkaya khasanah tradisi lokal.
- Kearifan lokal: Beberapa aspek primbon mengandung kearifan dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan sosial.
- Pedoman praktis: Bagi sebagian masyarakat, primbon memberikan panduan praktis dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
- Penguatan identitas: Primbon menjadi salah satu penanda identitas budaya, khususnya bagi masyarakat Jawa.
Dampak Negatif:
- Potensi syirik: Kepercayaan berlebihan terhadap primbon dapat mengarah pada kemusyrikan.
- Ketergantungan: Masyarakat menjadi terlalu bergantung pada ramalan primbon dalam mengambil keputusan.
- Hambatan kemajuan: Kepercayaan kuat pada primbon dapat menghambat pola pikir rasional dan kemajuan ilmu pengetahuan.
- Konflik sosial: Perbedaan pandangan tentang primbon dapat menimbulkan konflik dalam masyarakat.
- Pengabaian ikhtiar: Terlalu percaya pada primbon dapat membuat seseorang mengabaikan usaha dan kerja keras.
Mengingat dampak-dampak tersebut, penting bagi masyarakat untuk menyikapi primbon secara bijak. Primbon dapat dihargai sebagai warisan budaya, namun tidak boleh dijadikan sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan, terutama bagi umat Islam yang memiliki Al-Qur’an dan Hadits sebagai panduan.
6. Alternatif Islami Pengganti Primbon
Bagi umat Islam yang ingin meninggalkan kebiasaan menggunakan primbon, terdapat beberapa alternatif yang lebih sesuai dengan ajaran Islam:
- Istikharah: Shalat istikharah adalah cara Islami untuk memohon petunjuk kepada Allah SWT dalam mengambil keputusan penting. Rasulullah SAW bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian berniat melakukan suatu urusan, maka hendaklah ia shalat dua rakaat selain shalat wajib, kemudian berdoalah…” (HR. Bukhari)
- Musyawarah: Bermusyawarah dengan keluarga atau orang-orang terpercaya dalam mengambil keputusan penting.
- Tafakkur dan Tadabbur: Merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an dan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta untuk mendapatkan hikmah.
- Menuntut Ilmu: Memperdalam ilmu agama dan pengetahuan umum untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan rasional dan syar’i.
- Doa: Memohon petunjuk dan kemudahan kepada Allah SWT dalam segala urusan.
- Tawakal: Berserah diri kepada Allah setelah berikhtiar maksimal.
- Konsultasi Ahli: Meminta pendapat dari ahli di bidangnya untuk masalah-masalah spesifik.
Dengan menggunakan alternatif-alternatif ini, umat Islam dapat mengambil keputusan dan menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan syariat tanpa harus bergantung pada primbon.
7. Akulturasi Budaya Primbon dan Islam

Masjid (credit: pexels.com)
Meski Islam memiliki pandangan yang tegas terhadap praktik-praktik yang mengarah pada syirik, tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi akulturasi antara budaya primbon dan ajaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Proses akulturasi ini telah berlangsung selama berabad-abad dan menghasilkan bentuk-bentuk budaya yang unik. Berikut adalah beberapa contoh akulturasi budaya primbon dan Islam:
- Penanggalan Jawa Islam: Salah satu bentuk akulturasi yang paling jelas adalah penanggalan Jawa Islam atau dikenal juga sebagai kalender Sultan Agung. Kalender ini menggabungkan sistem penanggalan Hijriyah dengan perhitungan Jawa. Nama-nama bulan dalam kalender ini merupakan perpaduan antara bahasa Arab dan Jawa, seperti Suro (Muharram), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), dan seterusnya.
- Primbon Aboge: Primbon Aboge (Alip Rebo Wage) adalah sistem penanggalan yang menggabungkan unsur Islam dan Jawa. Sistem ini digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Meski demikian, penggunaan Aboge sering kali berbeda dengan penetapan resmi pemerintah yang menggunakan metode hisab dan rukyat.
- Doa-doa dalam Primbon: Beberapa versi primbon memuat doa-doa yang merupakan perpaduan antara bahasa Arab (doa Islam) dan bahasa Jawa. Doa-doa ini sering digunakan dalam ritual-ritual adat Jawa yang telah mengalami islamisasi.
- Ritual Selamatan: Praktik selamatan, yang merupakan bagian dari tradisi Jawa, telah mengalami akulturasi dengan Islam. Misalnya, pembacaan doa-doa Islam dalam ritual selamatan, penggunaan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai jimat, dan sebagainya.
- Konsep Kejawen Islam: Kejawen Islam adalah bentuk sinkretisme antara kepercayaan Jawa dan ajaran Islam. Dalam praktiknya, beberapa elemen primbon dipadukan dengan ajaran Islam, seperti konsep manunggaling kawula gusti (penyatuan hamba dengan Tuhan) yang diinterpretasikan dalam konteks tasawuf Islam.
Meski akulturasi ini telah memperkaya khazanah budaya Indonesia, penting untuk tetap kritis dan bijak dalam menyikapinya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Memahami konteks historis: Penting untuk memahami bahwa akulturasi ini terjadi dalam konteks sejarah tertentu, di mana Islam disebarkan secara damai dan bertahap di Nusantara.
- Memisahkan unsur budaya dan akidah: Dalam mempraktikkan hasil akulturasi, penting untuk tetap memisahkan mana yang merupakan unsur budaya dan mana yang terkait dengan akidah.
- Mengedepankan syariat: Jika terjadi pertentangan antara hasil akulturasi dengan syariat Islam, maka syariat harus diutamakan.
- Terus belajar: Penting untuk terus memperdalam pemahaman agama agar dapat menyikapi hasil akulturasi secara bijak.
Dengan memahami proses akulturasi ini, diharapkan kita dapat lebih bijak dalam menyikapi keberadaan primbon dan praktik-praktik terkait dalam konteks masyarakat Indonesia yang multikultur.
8. Mitos dan Fakta Seputar Primbon
Seiring berkembangnya zaman, banyak mitos dan fakta yang beredar seputar primbon. Penting bagi kita untuk dapat membedakan antara mitos dan fakta agar tidak terjebak dalam kepercayaan yang keliru. Berikut adalah beberapa mitos dan fakta seputar primbon:
Mitos 1: Primbon Selalu Akurat
Mitos: Banyak yang percaya bahwa ramalan dalam primbon selalu akurat dan terbukti kebenarannya.
Fakta: Keakuratan primbon tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Banyak ramalan yang bersifat umum sehingga bisa ditafsirkan sesuai keinginan. Kalaupun ada yang terbukti “benar”, hal ini bisa jadi karena kebetulan atau self-fulfilling prophecy (ramalan yang terwujud karena orang mempercayainya).
Mitos 2: Primbon Berasal dari Wahyu Ilahi
Mitos: Ada kepercayaan bahwa primbon berasal dari wahyu atau ilham dari Tuhan.
Fakta: Primbon adalah hasil akumulasi pengamatan dan pengalaman manusia yang dikumpulkan selama bertahun-tahun. Tidak ada bukti bahwa primbon berasal dari wahyu ilahi.
Mitos 3: Mengabaikan Primbon Akan Membawa Sial
Mitos: Banyak yang percaya bahwa mengabaikan petunjuk primbon akan membawa kesialan atau musibah.
Fakta: Tidak ada hubungan sebab-akibat yang dapat dibuktikan antara mengabaikan primbon dengan datangnya kesialan. Dalam Islam, kebaikan dan keburukan datang atas izin Allah, bukan karena primbon.
Mitos 4: Primbon Adalah Ajaran Islam
Mitos: Beberapa orang menganggap primbon sebagai bagian dari ajaran Islam karena adanya unsur-unsur Islam di dalamnya.
Fakta: Primbon bukanlah bagian dari ajaran Islam. Meskipun ada unsur-unsur Islam yang diadopsi dalam beberapa versi primbon, hal ini lebih merupakan hasil akulturasi budaya daripada ajaran asli Islam.
Mitos 5: Semua Ulama Melarang Primbon
Mitos: Ada anggapan bahwa semua ulama melarang penggunaan primbon secara mutlak.
Fakta: Pandangan ulama tentang primbon beragam. Ada yang melarang secara tegas, ada pula yang membolehkan selama tidak dijadikan pedoman utama dan tidak bertentangan dengan akidah.
Fakta 1: Primbon Adalah Warisan Budaya
Primbon merupakan warisan budaya yang telah ada sejak zaman pra-Islam di Jawa. Ia merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan sebagai pengetahuan, meski tidak harus dipercayai secara mutlak.
Fakta 2: Primbon Mengalami Akulturasi dengan Islam
Setelah masuknya Islam ke Nusantara, primbon mengalami akulturasi dengan ajaran Islam. Beberapa versi primbon memasukkan unsur-unsur Islam seperti doa-doa dalam bahasa Arab atau konsep-konsep Islam yang disesuaikan dengan pemahaman lokal.
Fakta 3: Primbon Bukan Satu-satunya Pedoman Hidup
Meski masih dipercaya oleh sebagian masyarakat, primbon bukanlah satu-satunya pedoman hidup. Banyak orang yang menggunakan primbon hanya sebagai salah satu referensi, bukan sebagai acuan utama dalam mengambil keputusan.
Fakta 4: Primbon Terus Berkembang
Primbon bukanlah sesuatu yang statis. Seiring perkembangan zaman, isi primbon juga mengalami perubahan dan penyesuaian. Bahkan kini muncul versi digital dan aplikasi berbasis primbon.
Fakta 5: Primbon Memiliki Nilai Historis
Terlepas dari kepercayaan terhadapnya, primbon memiliki nilai historis yang penting. Ia mencerminkan pola pikir dan cara pandang masyarakat Jawa pada zamannya, serta menjadi saksi perjalanan budaya Jawa dari masa ke masa.
Dengan memahami mitos dan fakta seputar primbon, diharapkan masyarakat dapat menyikapi keberadaan primbon secara lebih bijak. Primbon dapat dihargai sebagai warisan budaya, namun tidak perlu dijadikan sebagai pedoman mutlak dalam menjalani kehidupan. Yang terpenting adalah tetap berpegang pada ajaran agama dan menggunakan akal sehat dalam mengambil keputusan.
9. Fatwa Ulama Tentang Primbon
Para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai hukum primbon dalam Islam. Berikut adalah beberapa fatwa dan pendapat ulama terkait primbon:
- Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI): MUI belum mengeluarkan fatwa khusus tentang primbon. Namun, dalam beberapa fatwa terkait, MUI menegaskan bahwa segala bentuk perdukunan dan peramalan nasib adalah haram. Hal ini tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 2/MUNAS VII/MUI/6/2005 tentang Perdukunan dan Peramalan.
- Pendapat Ustadz Abdul Somad: Ustadz Abdul Somad berpendapat bahwa mempercayai primbon termasuk dalam kategori tiyarah (menganggap sial) yang dilarang dalam Islam. Beliau mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak pada kepercayaan-kepercayaan yang dapat mengarah pada syirik.
- Pandangan Buya Yahya: Buya Yahya menyatakan bahwa mempelajari primbon sebagai pengetahuan budaya tidak dilarang, namun menjadikannya sebagai pedoman hidup dan meyakininya secara mutlak adalah hal yang dilarang dalam Islam. Beliau menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman utama.
- Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: Syaikh Utsaimin berfatwa bahwa mempercayai ramalan, termasuk yang ada dalam primbon, termasuk dalam kategori syirik kecil. Beliau mengingatkan bahwa hanya Allah yang mengetahui perkara gaib dan masa depan.
- Pendapat KH. Afifuddin Muhajir: KH. Afifuddin Muhajir, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, berpendapat bahwa primbon yang berisi perhitungan hari baik tidak bertentangan dengan Islam selama tidak diyakini secara mutlak dan tidak mengarah pada syirik. Beliau menyarankan untuk memahami primbon sebagai bagian dari kearifan lokal.
- Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi: Lajnah Daimah, komite tetap untuk riset ilmiah dan fatwa di Arab Saudi, menegaskan bahwa segala bentuk peramalan nasib dan kepercayaan terhadap bintang-bintang (astrologi) adalah haram dan termasuk dalam kategori syirik besar.
- Pendapat Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi: Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi berpendapat bahwa mempercayai ramalan dan perhitungan hari baik adalah bentuk khurafat yang dilarang dalam Islam. Beliau menekankan pentingnya tawakal kepada Allah dan berusaha sesuai dengan syariat.
- Fatwa Dewan Hisbah Persatuan Islam (Persis): Dewan Hisbah Persis menyatakan bahwa mempercayai primbon dan ramalan nasib hukumnya haram. Mereka mendasarkan fatwa ini pada berbagai dalil Al-Qur’an dan Hadits yang melarang praktik perdukunan dan peramalan.
- Pendapat KH. Husein Muhammad: KH. Husein Muhammad, seorang kiai yang dikenal dengan pemikiran progresifnya, berpendapat bahwa primbon sebagai warisan budaya boleh dipelajari sebagai pengetahuan. Namun, beliau menekankan bahwa primbon tidak boleh dijadikan sebagai pedoman utama dalam mengambil keputusan hidup.
- Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz: Syaikh Abdul Aziz bin Baz, mantan Mufti Besar Arab Saudi, menegaskan bahwa mempercayai ramalan dan perhitungan hari baik adalah bentuk syirik yang dilarang dalam Islam. Beliau mengingatkan umat Islam untuk senantiasa berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Dari berbagai fatwa dan pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan beberapa poin penting:
- Mayoritas ulama sepakat bahwa mempercayai primbon secara mutlak dan menjadikannya sebagai pedoman utama dalam hidup adalah hal yang dilarang dalam Islam.
- Beberapa ulama membolehkan mempelajari primbon sebagai pengetahuan budaya, selama tidak diyakini kebenarannya secara mutlak.
- Ada perbedaan pendapat mengenai tingkat larangan, apakah termasuk syirik besar, syirik kecil, atau sekadar perbuatan yang tidak dianjurkan.
- Para ulama menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan.
- Beberapa ulama mengingatkan bahwa mempercayai primbon dapat mengarah pada sikap bergantung pada selain Allah, yang bertentangan dengan konsep tauhid dalam Islam.
Dalam menyikapi berbagai fatwa dan pendapat ulama ini, umat Islam diharapkan dapat bersikap bijak dan kritis. Penting untuk memahami konteks dan dasar argumentasi dari setiap fatwa, serta selalu mengedepankan prinsip-prinsip dasar dalam Islam, yaitu tauhid, tawakkal, dan ikhtiar.
10. Tips Menyikapi Primbon Secara Bijak

Ramalan (credit: pexels.com)
Mengingat primbon masih menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, penting bagi kita untuk menyikapinya secara bijak. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kita menyikapi primbon dengan lebih arif:
- Memahami Konteks Historis: Penting untuk memahami bahwa primbon lahir dalam konteks historis tertentu. Ia merupakan hasil akumulasi pengamatan dan pengalaman masyarakat Jawa selama berabad-abad. Dengan memahami konteks ini, kita dapat melihat primbon sebagai warisan budaya yang memiliki nilai sejarah, bukan sebagai dogma yang harus diikuti secara mutlak.
- Memisahkan Unsur Budaya dan Akidah: Dalam menyikapi primbon, kita perlu memisahkan mana yang merupakan unsur budaya dan mana yang berkaitan dengan akidah. Unsur-unsur budaya dalam primbon, seperti penggunaan bahasa Jawa kuno atau simbolisme tertentu, dapat diapresiasi sebagai kekayaan budaya. Namun, hal-hal yang berpotensi mengganggu akidah, seperti kepercayaan pada kekuatan selain Allah, harus dihindari.
- Menjadikan Primbon sebagai Referensi, Bukan Pedoman Utama: Jika ingin tetap menggunakan primbon, jadikanlah ia sebagai salah satu referensi, bukan sebagai pedoman utama dalam mengambil keputusan. Utamakan pertimbangan rasional, syariat agama, dan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan penting dalam hidup.
- Mengedepankan Ikhtiar dan Tawakal: Islam mengajarkan konsep ikhtiar (usaha) dan tawakal (berserah diri kepada Allah). Alih-alih bergantung pada ramalan primbon, lebih baik fokus pada usaha maksimal dan berserah diri kepada Allah atas hasilnya. Ingatlah bahwa hanya Allah yang mengetahui apa yang terbaik untuk kita.
- Bersikap Kritis dan Rasional: Dalam menyikapi primbon, penting untuk tetap bersikap kritis dan rasional. Jangan mudah percaya pada ramalan atau perhitungan yang tidak masuk akal. Gunakan akal sehat dan pertimbangkan berbagai faktor secara objektif dalam mengambil keputusan.
- Memperdalam Pemahaman Agama: Salah satu cara terbaik untuk menyikapi primbon secara bijak adalah dengan memperdalam pemahaman agama. Dengan pemahaman agama yang kuat, kita akan lebih mampu membedakan mana yang sesuai dengan syariat dan mana yang bertentangan.
- Menghargai Perbedaan Pendapat: Mengingat adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama dan masyarakat mengenai primbon, penting untuk bersikap toleran dan menghargai perbedaan tersebut. Hindari menyalahkan atau menghakimi orang lain yang memiliki pandangan berbeda tentang primbon.
- Menjadikan Primbon sebagai Sarana Edukasi Budaya: Bagi yang tertarik dengan primbon, dapat menjadikannya sebagai sarana untuk mempelajari sejarah dan budaya Jawa. Primbon dapat menjadi pintu masuk untuk memahami pola pikir dan kearifan lokal masyarakat Jawa di masa lalu.
- Mengambil Hikmah dan Nilai Positif: Meski tidak mempercayai ramalan dalam primbon, kita tetap bisa mengambil hikmah dan nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Misalnya, anjuran untuk hidup selaras dengan alam atau pentingnya introspeksi diri.
- Mengedepankan Dialog dan Diskusi: Jika menghadapi perbedaan pendapat tentang primbon dalam keluarga atau masyarakat, utamakan dialog dan diskusi yang konstruktif. Hindari perdebatan yang tidak perlu dan fokus pada pencarian solusi yang dapat diterima semua pihak.
Dengan menerapkan tips-tips di atas, diharapkan kita dapat menyikapi keberadaan primbon secara lebih bijak dan proporsional. Primbon dapat dihargai sebagai warisan budaya tanpa harus menjadikannya sebagai pedoman utama dalam hidup. Yang terpenting adalah tetap berpegang teguh pada ajaran agama dan menggunakan akal sehat dalam menjalani kehidupan.
11. Pertanyaan Umum Seputar Hukum Percaya Primbon
- Q: Apakah semua jenis primbon dilarang dalam Islam? A: Tidak semua jenis primbon dilarang secara mutlak. Aspek-aspek primbon yang tidak bertentangan dengan akidah Islam, seperti pengobatan tradisional atau kearifan dalam menjaga lingkungan, masih dapat diterima selama tidak diyakini sebagai sumber kebenaran mutlak.
- Q: Bagaimana hukumnya jika hanya sekedar membaca primbon tanpa mempercayainya? A: Membaca primbon sebagai pengetahuan budaya tanpa mempercayainya secara mutlak umumnya dianggap mubah (diperbolehkan) selama tidak mengarah pada keyakinan yang bertentangan dengan akidah Islam.
- Q: Apakah menggunakan primbon untuk mencari hari baik termasuk syirik? A: Jika seseorang meyakini bahwa hari baik tersebut pasti membawa keberuntungan dan menganggapnya sebagai sumber kekuatan selain Allah, maka hal ini dapat mengarah pada syirik. Namun, jika hanya digunakan sebagai pertimbangan tanpa keyakinan mutlak, beberapa ulama menganggapnya makruh (sebaiknya dihindari).
- Q: Bagaimana dengan penggunaan primbon untuk pengobatan tradisional? A: Penggunaan primbon untuk pengobatan tradisional yang telah terbukti manfaatnya secara ilmiah dan tidak mengandung unsur syirik umumnya masih dapat diterima, selama tidak mengabaikan pengobatan medis modern.
- Q: Apakah ada dalil Al-Qur’an atau Hadits yang secara spesifik melarang penggunaan primbon? A: Tidak ada dalil yang secara spesifik menyebut primbon, namun terdapat banyak ayat dan hadits yang melarang percaya pada ramalan dan hal-hal gaib selain yang diinformasikan oleh Allah SWT. Misalnya dalam QS. Al-An’am: 59 dan hadits riwayat Ahmad tentang larangan mendatangi peramal.
- Q: Bagaimana cara menjelaskan kepada orang tua yang masih percaya primbon tanpa menyinggung perasaan mereka? A: Pendekatan yang baik adalah dengan menghormati tradisi mereka sambil perlahan-lahan mengedukasi tentang ajaran Islam. Jelaskan bahwa Islam mengajarkan kita untuk bergantung pada Allah, bukan pada ramalan. Sampaikan dengan lembut dan penuh kasih sayang.
- Q: Apakah primbon sama dengan horoskop atau astrologi? A: Meskipun ada beberapa kesamaan dalam hal meramal nasib, primbon lebih kompleks dan mencakup berbagai aspek kehidupan. Primbon juga lebih terkait dengan budaya Jawa, sementara horoskop dan astrologi lebih universal.
- Q: Bagaimana pandangan Islam tentang penggunaan primbon dalam acara-acara adat? A: Islam menghargai tradisi lokal selama tidak bertentangan dengan akidah. Penggunaan primbon dalam acara adat dapat diterima selama tidak diyakini sebagai sumber kebenaran mutlak dan tidak mengandung unsur syirik.
- Q: Apakah ada perbedaan hukum antara mempercayai primbon dan mempelajarinya sebagai ilmu pengetahuan? A: Ya, ada perbedaan. Mempercayai primbon secara mutlak cenderung dilarang karena dapat mengarah pada syirik. Sementara mempelajarinya sebagai ilmu pengetahuan atau warisan budaya umumnya diperbolehkan selama tidak menyebabkan goyahnya akidah.
- Q: Bagaimana cara menggantikan kebiasaan menggunakan primbon dengan cara yang lebih Islami? A: Beberapa alternatif Islami termasuk melakukan shalat istikharah, bermusyawarah dengan orang-orang terpercaya, memperdalam ilmu agama, dan selalu berdoa kepada Allah SWT untuk petunjuk dalam setiap keputusan penting.
Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan keragaman pandangan dan kekhawatiran yang ada di masyarakat terkait hukum percaya primbon. Penting untuk selalu merujuk pada Al-Qur’an, Hadits, dan pendapat ulama terpercaya dalam menyikapi isu-isu seperti ini. Selain itu, pemahaman konteks budaya dan sejarah juga penting untuk memiliki pandangan yang lebih komprehensif tentang primbon dan posisinya dalam masyarakat Indonesia yang multikultur.
12. Kesimpulan
Primbon, sebagai warisan budaya Jawa yang telah ada sejak berabad-abad lalu, memang masih menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Namun, dalam konteks Islam, hukum percaya primbon perlu disikapi dengan bijak dan hati-hati.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan beberapa poin penting:
- Primbon pada dasarnya adalah hasil akumulasi pengamatan dan pengalaman masyarakat Jawa yang diturunkan secara turun-temurun. Ia memiliki nilai historis dan budaya yang penting.
- Dalam pandangan Islam, mempercayai primbon secara mutlak dan menjadikannya sebagai pedoman utama dalam hidup dapat mengarah pada praktik syirik yang dilarang dalam agama.
- Mayoritas ulama sepakat bahwa mempercayai ramalan dan perhitungan hari baik dalam primbon adalah hal yang dilarang dalam Islam. Namun, ada perbedaan pendapat mengenai tingkat larangannya.
- Beberapa ulama membolehkan mempelajari primbon sebagai pengetahuan budaya, selama tidak diyakini kebenarannya secara mutlak dan tidak dijadikan sebagai pedoman hidup.
- Islam menawarkan alternatif yang lebih sesuai dengan syariat untuk mendapatkan petunjuk dalam hidup, seperti istikharah, musyawarah, dan tadabbur Al-Qur’an.
- Akulturasi antara budaya primbon dan ajaran Islam telah menghasilkan bentuk-bentuk budaya yang unik, seperti penanggalan Jawa Islam dan primbon Aboge.
- Kepercayaan terhadap primbon dapat memberikan dampak sosial yang beragam, baik positif maupun negatif, dalam masyarakat.
- Penting untuk menyikapi primbon secara bijak dengan memahami konteks historisnya, memisahkan unsur budaya dan akidah, serta tetap mengedepankan ajaran agama dan rasionalitas dalam mengambil keputusan.
Pada akhirnya, sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan. Primbon dapat dihargai sebagai warisan budaya dan dipelajari sebagai pengetahuan, namun tidak perlu dijadikan sebagai acuan mutlak dalam mengambil keputusan hidup.
Yang terpenting adalah mengedepankan ikhtiar (usaha), tawakal (berserah diri kepada Allah), dan selalu memohon petunjuk kepada Allah SWT dalam setiap langkah kehidupan. Dengan demikian, kita dapat menjalani hidup dengan lebih terarah, sesuai dengan ajaran agama, namun tetap menghargai kearifan lokal dan warisan budaya leluhur.